Minggu, 08 Januari 2012

Kerukunan Umat Beragama

Nama: Elga Cipta Andjani
Kelas: 2 SA 02
Npm:  12610330

 KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


A.   PENGERTIAN

Rukun dari Bahasa Arab ruknun artinya asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda  agama. Kerukunan umat beragama adalah program pemerintah meliputi semua agama, semua warga negara RI.

Pada tahun 1967 diadakan musyawarah antar umat beragama, Presiden Soeharto dalam musyawarah tersebut menyatakan antara lain: "Pemerintah tidak akan menghalangi penyebaran suatu agama, dengan syarat penyebaran tersebut ditujukan bagi mereka yang belum beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka agama dan masyarakat agar melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama”.

Pada tahun 1972 dilaksanakan dialog antar umat beragama. Dialog tersebut adalah suatu forum percakapan antar tokoh-tokoh agama, pemuka masyarakat dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kesadaran bersama dan menjalin hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi masalah masyarakat.

B.   TUJUAN
                        Kerukunan umat beragama bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa.

C. LANDASAN HUKUM
      
          1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa).
       2. Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat 1: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Dan Pasal 29 ayat 2: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”
       3. Landasan Strategis, yaitu Ketatapan MPR No.IV tahun 1999 tentang Garis-Garis  Besar Haluan Negara. Dalam GBHN dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang penuh keimanan dan  ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
                     4.  Landasan Operasional
a. UU No. 1/PNPS/l 965 tentang larangan dan pencegahan penodaan dan penghinaan agama.
b. Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI.              No.01/Ber/Mdn/1969 tentang pelaksanaan aparat pemerintah yang menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan dan pengembangan ibadah pemeluk agama oleh pemeluknya.
c.  SK. Menteri Agama dan Menteri  Dalam Negeri RI. No.01/1979 tentang tata cara pelaksanaan  pensyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada lembaga-lembaga keagamaan swasta di Indonesia.
d. Surat edaran Menteri Agama RI. No.MA/432.1981 tentang penyelenggaraan peringatan hari besar keagamaan.

D. WADAH KERUKUNAN KEHIDUPAN BERAGAMA

Pada awalnya wadah tersebut diberi nama Konsultasi Antar Umat Beragama kemudian berubah menjadi Musyawarah Antar Umat Beragama. Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu sebagai berikut:
            1. Kerukunan antar umat beragama. 
            2. Kerukunan intern umat beragama. 
            3. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah
Usaha memelihara kesinambungan pembangunan nasional dilakukan   antara lain:
1. Menumbuhkan kesadaran beragama.
2. Menumbuhkan kesadaran rasa memiliki dan bertanggung jawab
terhadap Pancasila dan UUD 1945.
3. Menanamkan kesadaran untuk saling memahami kepentingan agama
masing-masing.
4. Mencapai masyarakat Pancasila  yang agamis dan masyarakat
beragama Pancasilais.
Usaha tersebut pada prinsipnya:
a. Tidak mencampuradukan aqidah dengan bukan aqidah.
b. Pertumbuhan dan kesemarakan tidak menimbulkan perbenturan.
c. Yang dirukunkan adalah warga negara yang berbeda agama, bukan
aqidah dan ajaran agama.
d. Pemerintah bersikap preventif agar terbina stabilitas dan ketahanan
nasional serta terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
      
           E. PEMBANGUNAN KEHIDUPAN BERAGAMA

1. Agama Sebagai Sumber Nilai Pembangunan
a. Pembangunan untuk mencapai kebahagiaan hidup.
b. Kebahagiaan material nisbi, kebahagiaan mutlak dari Allah, yaitu kebahagiaan batiniah dan lahiriah.
c. Hakikat pembangunan adalah manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia dengan segala totalitasnya, peradabannya, kebudayaannya dan agamanya.
d. Bila tidak total akan terjadi penyimpangan. Ini bertentangan dengan pembangunan nasional
e. Aspirasi sosial harus sejalan dengan keutuhan hidup secara perorangan masyarakat.
f. Pembangunan untuk membangun manusia dan agama untuk kebahagiaan manusia.
h. Agama memberi motivasi dan tujuan pembangunan. 

2. Agama dan Ketahanan Nasional
a. Ketahanan nasional berarti menyatukan kekuatan rakyat bersama aparat pemerintah dan alat keagamaan pemerintah.
b. Agama besar di dunia mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan bangsa dalam wujud tradisi dan adat istiadat, serta corak kebudayaan Indonesia.
c. Usaha bangsa Indonesia memerdekakan bangsa dan negara tidak terlepas dari pengaruh dan motivasi agama.
d. Ketahanan nasional adalah dari,  oleh dan untuk seluruh bangsa
Indonesia yang beragama, maka ketahanan nasional harus
terangkat dengan dukungan umat beragama.

F. POLA PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA

1. Perlunya Kerukunan Hidup Beragama
a. Manusia Indonesia satu bangsa,  hidup dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini sebagai titik tolak pembangunan.
b. Berbeda suku, adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
c. Kerukunan menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan.
d. Kerukunan dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
e. Ketidakrukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara.
f. Pelita III: kehidupan keagamaan dan kepercayaan makin dikembangkan sehingga terbina  hidup rukun di antara sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun masyarakat.
g. Kebebasan beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman masyarakat.

2. Kerukunan Intern Umat Beragama
a. Pertentangan di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan mengakibatkan perpecahan di antara pengikutnya.
b. Persoalan intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan atau tenggang rasa dan kekeluargaan.

 3. Kerukunan Antar Umat Beragama
a. Pendidikan Agama Islam – Hal 5 a. Keputusan Menteri Agama No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama sebagai  rule of game bagi pensyiaran dan pengembangan agama untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama.
b. Pemerintah memberi perintah pedoman dan melindungi kebebasan memeluk agama dan  melakukan ibadah menurut agamanya masing-masing.
c. Keputusan Bersama Mendagri dan Menag No.l tahun 1979 tentang tata cara pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri bagi lembaga keagamaan di Indonesia.

4. Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah
a. Semua pihak menyadari kedudukannya masing-masing sebagai komponen orde baru dalam menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Antara pemerintah dengan umat beragama ditemukan apa yang saling diharapkan untuk dilaksanakan.
c. Pemerintah mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan partisipasi aktif dan positif dalam:
1) Pemantapan ideologi Pancasila;
2) Pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional;
3) Suksesnya pembangunan nasional;
4) Pelaksanaan tiga kerukunan harus simultan.
Pembinaan tiga kerukunan tersebut harus simultan dan menyeluruh sebab hakikat ketiga bentuk itu saling berkaitan.

G. LANGKAH PELAKSANAAN HIDUP KERUKUNAN  ERAGAMA

1. Dasar Pemikiran
a. Landasan falsafat Pancasila dan Pembangunan Bangsa.
b. Pancasila mengandung dasar yang dapat diterima semua pihak.
c. Pembangunan tersebut wajib dilaksanakan dan disukseskan.
d. Kerukunan bukan status quo, tetapi sebagai perkembangan asyarakat yang sedang membangun dengan berbagai tantangan an persoalan.
e. Kerukunan menimbulkan sikap mandiri